Kamis, 16 Juni 2016

Psikoterapi Pendeketan Humanistik

Kasus Psikoterapi dengan Penyelesaian Pendeketan Humanistik
NAMA  : Picka Aprilianti Agus
KELAS : 3PA11
NPM     : 16513855


1.Konsep Dasar Teori Humanistik
Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dalam artikel pendidikan.
Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembanglebih baik dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

2.   Konsep Dasar Teori Humanistik Menurut Abraham Maslow
     Pada awal karirnya, Maslow melakukan observasi terhadap monyet.Ia melakukan pengamatan intensif terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang lain. Contohnya, jika Anda lapar dan haus, maka Anda akan cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga. Anda dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu, tetapi tanpa air Anda hanya dapat hidup selama beberapa hari saja, karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan makan. Tetapi, jika Anda sangat haus, tapi kemudian tersedak dan Anda tidak dapat bernapas, maka kebutuhan untuk bernapas lebih penting dibandingkan dengan kebutuhan akan air untuk minum.
Berdasarkan pengalaman tersebut Maslow membuat ide mengenai hierarki kebutuhan yang sangat terkenal. Menurutnya, terdapat lima lapisan kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan cinta dan memiliki, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini menyangkut kebutuhan akan oksigen, air, protein, garam, gula, kalsium, mineral, dan vitamin, termasuk juga kebutuhan untuk menjaga keseimbangan pH ( menjadi terlalu asam atau basa akan dapat membunuh ) dan temperature ( 98,6 atau dekat dengan itu ) selain itu, terdapat juga kebutuhan untuk aktif, istirahat, tidur, untuk mengeluarkan limbah ( CO2, keringat, urin, dan kotoran ), kebutuhan untuk menghindari rasa sakit dan kebutuhan untuk berhubungan seks. Maslow percaya dengan penelitian yang menyatakan bahwa kebutuhan ini sebenrnya bersifat individual. Misalnya, kekurangan vitamin C akan menyebabkan kelaparan yang sangat sfesifik terhadap vitamin C, seperti jus jeruk.
b.Keselamatan dan Kebutuhan Keamanan
Ketika sebagian besar kebutuhan  fiiologis sudah dipenuhi, maka lapisan kedua akan datang. Anda akan menjadi makin tertarik untuk menjadi keadaan aman, stabil, serta terlindungi. Anda mungkin perlu untuk mengembangkan struktur, ketertiban, dan keteraturan.Kebutuhan sekarang bukan lagi lapar dan haus tetapi kebutuhan untuk mendapatkan perlindungan dari ketakutan dan kecemasan.Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan tersebut di manifestasikan dalam bentuk keinginan untuk memiliki sebuah rumah di lingkungan aman, keamanan di lingkungan kerja, rencana pensiun, asuransi, dan sebaginya.


c.   Kebutuhan Memiliki Cinta
Ketika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan sebagian besar sudah terpenuhi, maka lapisan ketiga kebutuhan mulaai muncul.Anda mulai merasa perlu memiliki teman, kekasih, anak-anak, hubungan kasih sayang secara mendalam dan ikatan social.Anda mulai merasa rentan terhadap kesepian dan kegelisahan social. Dalam kehiduan sehari-hari, kita menunjukan kebutuhan ini dalam bentuk keinginan untuk menikah, memiliki keluarga, menjadi bagian dari sebuah komunitas, bagian dari keluarga besar, daan anggota suatu klub, termasuk juga bagian dari apa yang kita cari dalam sebuah karir.
d.  Kebutuhan Penghargaan
Pada tahap selanjutnya, kita mulai mencari sedikit harga diri.Maslow mencatat dua versi mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan yang lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuaan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi. Kebutuhan yang “ tinggi” adalah kebutuhan akan harga diri, termasuk perasaan, seperti keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian, dan kebebasan. Kebutuhan penghargaan diri dikategorikan tinggi karena bentuknya tidak seperti rasa hormat dari orang lain. Misalnya, apabila menyangkut harga diri, maka akan sulit untuk merasa kalah ( perasaan lebih rendah ). Versi negatif kebutuhan ini adalah rendah diri dan kompleks inferioritas ( inferiority complexs ).
e. Aktualisasi Diri
Tingkatan terakhir dari kebutuhan dan agak sedikit berbeda adalah aktualisasi diri.Maslow menggunakan berbagai istilah untuk menyebutkan tingkatan ini.Maslow menyebutnya pertumbuhan motivasi (berbeda dengan definisi motivasi), karena kebutuhan aktualisasi diri adalah B-needs (B-being), berbeda dengan D-needs.Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan atau homeostatis, tetapi melibatkan keinginan yang terus-menerus untuk memenuhi potensi, untuk menjadi semua yang kita bisa.
D. Hakekat Pandangan Tentang Manusia
Maslow memandang manusia dengan optimis, memiliki kecenderungan alamiah untuk bergerak menuju aktualisasi diri.Manusia memiliki kebebasan untuk berkehendak, memiliki kesadaran untuk memilih serta memiliki harapan.Meskipun memiliki kemampuan jahat dan merusak, tetapi bukan merupakan esensi dasar dari manusia.Sifat-sifat jahat muncul dari rasa frustasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar. Misalnya, ketika kebutuhan akan makanan tidak terpenuhi, maka ia akan mencuri supaya dapat makan.

3. Teknik-teknik Terapi Humanistik

1 Person-Centered Therapy (Carl R. Rogers)
Psikoterapi ini menekankan bahwa prinsip terapi ini tidak hanya diterapakan dalam proses terapi, tetapi prinsip-prinsip terapi ini dapat diterapkan di berbagai setting seperti dalam masyarakat. Dengan meningkatkan keterlibatan hubungan personal dengan klien, terapis lebih aktif & terbuka, lebih memperhatikan pengaruh lingkungan. Pendekatan terapi person centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Terapi ini berfokus pada bagaimana membantu dan mengarahkan klien pada pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi permasalahannya dan mencapai kebahagiaan atau mengarahkan individu tersebut menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan.


2.  Gestalt Therapy (Fritz Perls)
Terapi Gestalt dikembangkan oleh F. Perls adalah bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu –individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka mengharap kematangan. Karena bekerja terutama di atas prinsip kesadaran, terapi Gestalt berfokus pada “apa “ dan “ bagaimana”-nya tingkahlaku dan pengalaman di sini dan sekarang dengan memadukan (mengintegrasikan) bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tidak diketahui.
Asumsi dasar terapi Gestalt adalah bahwa individu-individu mampu menangani sendiri masalah-masalah hidupnya secara efektif. Tugas utama terapis adalah membantu klien agar mengalami sepenuhnya keberadaannya di sini dan sekarang dengan menyadarkannya atas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami saat sekarang. 

  3.Transactional Analysis (Eric Berne)
Kata transaction dimaksudkan untuk menggambarkan bila seseorang mengadakan hubungan, dapat berupa percakapan atau perbuatan. Pada dasarnya transaksi berupa pertukaran dua hal. Pertukaran dapat berupa kata-kata, hadiah, atau pikiran yang disembunyikan bila dua orang sedang berdialog. Bila seseorang menegur orang lain dengan ucapan “Selamat siang”, kemudian dijawab dengan hal yang sama pula, maka terjadilah transaksi. Suatu percakapan adalah serangkaian dari transaksi-transaksi.

4.   Rational-Emotive Therapy (Albert Ellis)
Terapi Emotif Rasional adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.

5. Existential Analysis (Rollo May, James F. T. Bugental) dan Logotherapy (Viktor Frankl)
·         Logotherapy (Viktor Frankl)
Kerangka pikir teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat digambarkan sebagai berikut: Setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran (reward) dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Selanjutnya akibat dari penghayatan hidup yang hampa dan tak bermakna yang berlarut-larut tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis (noogenik neurosis) mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism).



·         Existential Analysis (Rollo May, James F. T. Bugental)
Konsep dasar terapi eksistensial adalah mengubah konsep berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya menjadi lebih bertanggung jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri, menemukan jati dirinya, sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat mengeliminasi perasaan tidak berarti (not being) sedangkan perasaan tidak berarti ini biasanya muncul dalam kondisimerasa tidak berdaya, rasa bersalah , putus asa dsb. Konsep teori eksistensialis bukan merupakan sistem terapi yang komprehensif, eksistensialis memandang proses terapi dari sudut pandang suatu paradigma untuk memahami dan mengerti kondisi individu yang sedang bermasalah. Oleh karena itu, terapi eksistensialis memandang klien sebagai manusia bukan sekadar aspek pola perilaku beserta mekanismenya.

4. Tujuan Pendekatan Humanistik
1. Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya.
2. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal mungkin.
3. Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya.
4. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya.

Kasus Humanistik 
Kasus:
Kasus yang akan saya tulis mengenai seorang mahasiswi bernama elsa yang baru lulus sarjana, setelah lulus sarjana iya ingin melanjutkan kuliah s2 karena ingin menjadi dosen dan mendapatkan perkerjaan yang lebih baik lagi, tetapi orang tua elsa ingin putrinya menikah terlebih dahulu dan setelah itu baru melanjutkan kuliah, yaitu menikah sambil kuliah tetapi elsa berfikir itu akan membebani ia setelah menikah karena peran ia sebagai istri dan ibu nantinya. Elsa sangat bingung untuk memutuskan lanjut kuliah s2 atau menuruti kemauan kedua orang tuannya yaitu menikah terlebih dahulu, akhinya elsa datang ke konselor untuk menceritakan masalahnya.
Untuk kasus ini konselor memakai teknik CCT, dimana klien sebenernya tahu apa yang terbaik untuk dirinya dan sanggup menentukan tujuan untuk dirinya. peran konselor berpusat pada klien, hanya mendengarkan klien secara aktif, merefleksikan perasaan klien  dan mendukung pilihan si klien

Senin, 28 Maret 2016

Rancangan psikologi penelitian ekperimen "suhu tinggi dapat menyebabkan perilaku agresif"

TUGAS RANCANGAN  PSIKOLOGI PENELITIAN EKPERIMEN
Picka Aprilianti Agus
3pa11
16513855

Topik     : Suhu Tinggi
Masalah : Apakah suhu tinggi dapat menyebabkan perilaku agresif?

Hipotesis
ü  Hipotesis Ilmiah
Hipotesis Umum               : Suhu tinggi menyebabkan terjadinya  perilaku agresif
Hipotesis Eksplisit            : Subjek yang diberikan suhu ruangan yang tinggi akan memiliki  perilaku level  agresif yang lebih tinggi dibandingkan subjek yang tidak diberikan suhu ruangan yang tinggi.
ü  Hipotesis Statistik
Ha             : Subjek yang diberikan suhu ruangan yang lebih tinggi akan memiliki perilaku agresif lebih tinggi secara signifikan  dari pada subjek yang tidak diberikan suhu ruangan yang tinggi.
H0             : Subjek yang diberikan suhu ruangan yang lebih tinggi akan memiliki perilaku agresif yang tidak berbeda  secara signifikan dengan subjek yang tidak diberikan suhu ruangan yang tinggi.
Variabel
ü    Variabel Bebas    : Suhu tinggi
Variasi                 : Ada - Tidak adanya, yaitu subjek diminta untuk memasuki  ruangan dengan  bersuhu tinggi  (tidak  ber-ac dan ruangan tertutup) dan  memasuki ruangan yang tidak bersuhu tinggi (ber-ac).
Manipulasi           : Manipulasi kejadian, dengan cara memasuki ruangan yang tertutup dan   tidak ber-ac pada pukul 13:00 s/d 15.00 WIB pada suatu kelompok subjek, dan memasuki ruangan yang ber-ac pada kelompok lain.
 Variabel Terikat  : Perilaku agresif
ü  Jenis Pengukuran :  Perilaku yang tampak.
ü  Cara pengukuran   : melakukan obseravasi dengan membuat kuesinor dari variable agresif yang diambil dari faktor-faktor agresif untuk mengetahui tingkat agresif pada subjek yang diberikan suhu tinggi dan tidak diberikan suhu tinggi pada rentang waktu 2  jam.
 Variabel Sekunder :
o   Jenis kelamin (dikontrol dengan teknik blocking, yaitu jumlah laki-laki dan perempuan sama pada setiap kelompok).
o   Tingkat pendidikan (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu memilih subjek dengan tingkat pendidikan yang sama).
o   Usia subjek (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu memilih subjek dengan kisaran usia yang sama).
o   Pakaian (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu subjek harus memakai pakaian berlengan panjang sebelum memasuki ruangan).
o   Konsumsi (dikontrol dengan teknik konstansi,yaitu subjek diberikan makanan dan minuman yang sama).
o   Waktu untuk memasuki ruangan (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu lamanya waktu memasuki ruangan bersuhu tinggi dan tidak bersuhu tinggi yaitu 2 jam).
o   Kegiatan dalam ruangan (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu menggunakan laptop, infocus, speaker, dengan kegiatan sosialisasi HIV/AIDS di dalam ruangan selama 2 jam).
o    Judul tema sosialisasi (dikontrol dengan teknik konstansi,yaitu dimana seluruh subjkek mendengarkan dan mencatat apa itu HIV/AIDS)
o    Kegiatan relaksasi lain (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu semua subjek tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan relaksasi lain selama pelatihan).
Tipe dan Desain Penelitian
ü  Tipe Penelitian      : Controlled Laboatory Experiment.
ü    Desain Penelitian  : Desain 2 kelompok (desain antar kelompok)->  randomnized blocked two-group design.
Perencanaan Penelitian
ü  Subjek       : Siswa SMA yang duduk di kelas X yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Jumlah subjek yang dibutuhkan adalah 60 orang dengan jumlah laki-laki dan perempuan masing-masing 30 orang.
ü  Peralatan   : Lembar rancangan observasi, laptop, infocus, speaker, power point yang berisi tentang HIV/AIDS.
ü  Prosedur    :
o   60 eksperimenter yang akan dibagi menjadi dua kelompok untuk mengamati dari luar ruangan KE dan KK serta mengamati selama observasi berlangsung. Para observer akan mengamati dua subjek sekaligus.
o   60 siswa subjek diperoleh dari hasil mendatangi seluruh kelas X, dan mendata keikut sertaan atau suka rela pada subjek ,  dari seulruh siswa kelas X SMA dengan jumlah terbatas masing-masing subjek laki-laki dan perempuan berjumlah genap.
o   Subjek pada kelompok KE dan KK memakai baju  berlengan panjang dengan bahan kaos.
o   Subjek KE dan KK diberikan makanan dan minuman  sebelum memasuki ruangan.
o   Subjek kelompok KE diminta untuk mengikuti kegiatan sosialisasi tentang HIV/AIDS diruangan yang tertutup bersuhu tinggi tidak ber-ac selama dua jam dari jam 13:00 sampai 15:00 WIB.
o    Subjek KK diminta untuk mengikuti sosialisasi yang sama selama dua jam diruangan ber- ac selama dua jam dari pukul 13:00 sampai 15:00 WIB.
o   Pada tahap terakhir sebelum subjek selesai meninggalkan ruangan subjek pada dua kelompok diminta untuk mengisi kuesioner skala tingkat agresif  Driscoll.
o   Dan tugas Para eksperimenter membawa lembar observasi dan pulpen untuk memberi tanda serta menulis catatan mengenai perilaku agresif yang tampak.

o   Hasil akhir yang didapat  dicatat di dalam tabel observasi yang berisi dari factor-factor agresi dan diakhir pengamatan dibuat kesimpulan selama observasi berlangsung.

Minggu, 24 Januari 2016

Komunikasi Organisasi dan Komunikasi Manajemen

A.    Definisi Komunikasi Organisasi dan Komunikasi Manajemen
Menurut Wiryanto (2005) komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi.
Menurut Goldhaber (1986), komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah.
Menurut Katz dan Kahn, komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan pertukaran informasi dan pemindahan arti dalam suatu jaringan hubungan yang saling bergantung satu sama lain dalam kelompok formal maupun informal dalam suatu organisasi.
Menurut Antar Venus, manajemen komunikasi adalah proses pengelolaan sumber daya komunikasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pertukaran pesan yang terjadi dalam berbagai konteks komunikasi. Konteks komunikasi yang dimaksud disini berarti tataran komunikasi individual, interpersonal, organisasional, governmental, sosial, atau bahkan internasional.
Menurut Cultip (2007) manajemen komunikasi adalah proses timbal balik (resiprokal) pertukaran sinyal untuk memberi informasi, membujuk atau memberi perintah, berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan para para komunikator dan konteks sosialnya.
Menurut Parag Diwan (1999), Manajemen komunikasi adalah proses penggunaan berbagai sumber daya komunikasi secara terpadu melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan unsur-unsur komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen komunikasi adalah proses pengelolaan sumber daya atau proses timbale balik dan penggunaan berbagai sumber daya kommunikasi untuk mengingkatkan kualitas dan efektivitas berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

B.     Aspek-aspek Komunikasi Organisasi
Pace dan Faules (2002:553) mengatakan komunikasi organisasi meliputi aspek-aspek, yaitu:
1.      Peristiwa komunikasi, berkaitan dengan seberapa jauh informasi diciptakan, ditampilkan, dan disebarkan ke seluruh bagian dalam organisasi.
2.      Iklim Komunikasi Organisasi. Pace dan Faules (2002:149) mengatakan iklim komunikasi organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini didefinisikan, disepakati, dikembangkan, dan dikokohkan secara berkesinambungan melalui interaksi dengan anggota organisasi lainnya. Dalam melakukan interaksi, pimpinan organisasi sebagai seorang komunikator harus dapat memilih metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan situasi pada waktu komunikasi dilancarkan sehingga tercapai kepuasan atas komunikasi atau tercipta iklim komunikasi organisasi yang menyenangkan. Iklim komunikasi merupakan citra makro bagi organisasi.
3.      Kepuasan Komunikasi Organisasi. Redding (dalam Pace dan Faules, 2002:164) mengungkapkan bahwa istilah kepuasan komunikasi digunakan untuk menyatakan keseluruhan tingkat kepuasan yang dirasakan pegawai dalam lingkungan total komunikasinya.

C.    Dimensi-Dimensi Komunikasi dalam Kehidupan Organisasi
Komunikasi internal.
Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berwujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun sekunder (menggunakan media nirmassa). Komunikasi internal dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, dll kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-pengaduan, dsb. kepada pimpinan.
b.      Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada manajer. Pesan dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini membantu organisasi untuk menghindari beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya, serta membangun semangat kerja dan kepuasan kerja.
2.      Komunikasi eksternal.
Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat dari pada pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang ianggap sangat penting saja. Komunikasi eksternal terdiri dari jalur secara timbal balik:
a. Komunikasi dari organisasi kepada khalayak. Komunikasi ini dilaksanakan umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidaknya ada hubungan batin. Komunikasi ini dapat melalui berbagai bentuk, seperti: majalah organisasi; press release; artikel surat kabar atau majalah; pidato radio; film dokumenter; brosur; leaflet; poster; konferensi pers.
b. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi.

D.    Fungsi-fungsi Komunikasi Organisasi
Conrad (dalam Tubbs dan Moss, 2005) mengidentifikasikan tiga fungsi komunikasi organisasi sebagai berikut:
1. Fungsi perintah berkenaan dengan angota-anggota organisasi mempunyai hak dan kewajiban membicarakan, menerima, menafsirkan dan bertindak atas suatu perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah koordinasi diantara sejumlah anggota yang bergantung dalam organisasi tersebut.
2. Fungsi relasional berkenaan dengan komunikasi memperbolehkan anggota-anggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif hubungan personal dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam pekerjaan mempengaruhi kinerja pekerjaan (job performance) dalam berbagai cara.
3. Fungsi manajemen ambigu berkenaan dengan pilihan dalam situasi organisasi sering dibuat dalam keadaan yang sangat ambigu. Komunikasi adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan (ambiguity) yang melekat dalam organisasi. Anggota berbicara satu dengan lainnya untuk membangun lingkungan dan memahami situasi baru, yang membutuhkan perolehan informasi bersama.
Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:
a.       Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.
b.      Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu:
a.       Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi.
b.      Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.

E.     Bentuk-bentuk Komunikasi
Pada dasarnya komunikasi di dalam organisasi, terbagi kepada tiga bentuk:
1.      Komunikasi vertikal
Bentuk komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah dan sebaliknya. Artinya komunikasi yang disampaikan pimpinan kepada bawahan, dan dari bawahan kepada pimpinan secara timbal balik.
2.      Komunikasi horizontal
Bentuk komunikasi secara mendatar, diantara sesama karyawan dsbnya. Komunikasi horizontal sering kali berlangsung tidak formal. Fungsi komunikasi horizontal/ke samping digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level yang sama. Komunikasi ini berlangsung dengan cara tatap muka, melalui media elektronik seperti telepon, atau melalui pesan tertulis.
3.      Komunikasi diagonal
Bentuk komunikasi ini sering disebut juga komunikasi silang. Berlangsung dari seseorang kepada orang lain dalam posisi yang berbeda. Dalam arti pihak yang satu tidak berada pada jalur struktur yang lain. Fungsi komunikasi diagonal digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level berbeda tetapi tidak mempunyai wewenang langsung kepada pihak lain.

F.     Proses Komunikasi dalam Organisasi
Griffin (2003) membahas komunikasi organisasi mengikuti teori management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan efisiensi Adapun prinsip-prinsip dari teori management klasikal adalah sebagai berikut:
a.       Kesatuan komando– suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan
b.      Rantai skalar– garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.
c.       Divisi pekerjaan– manegement perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.
d.      Tanggung jawab dan otoritas– perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
e.       Disiplin– ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.
f.   Mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum– melalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.
Griffin menyadur tiga pendekatan untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut:
1.      Pendekatan sistem.
Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan mungsuh dari inovasi. Ia melihat organisasi sebagai kehidupan organis yang harus terus menerus beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi akan bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi yang mengacaukan, manajer harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan.
2.      Pendekatan budaya.
Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi. Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-budaya lainnya.
Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa budaya bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah sesuatu suatu organisasi. budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari anggota-anggotanya. Tindakan-tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya mencapai sasaran-sasaran jangka pendek tetapi juga menciptakan atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku tugas ”resmi” dari para karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling membumi juga memberi kontribusi bagi budaya tersebut.
Pendekatan ini mengkaji cara individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan tipe-tipe aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat pemahaman.
3.      Pendekatan kritik.
Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek lainnya dalam masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi perusahaan, atau manajerialisme. Bahasa adalah medium utama dimana realitas sosial diproduksi dan direproduksi.

G.    Hambatan-hambatan Komunikasi Organisasi
Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif yaitu adalah (1992,p.10-11) :
1.      Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.
2.      Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai.
3.      Perceptual distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.
4.      Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.
5.      Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.
6.      Poor choice of communication channels
Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.
7.      No Feed back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.
Berikut ini adalah macam-macam hambatan dalam organisasi yaitu :
1.      Hambatan dari Proses Komunikasi yaitu hambatan yang timbul dari ketidak jelasan informasi yang akan disampaikan.
2.      Hambatan Fisik yaitu hambatan yang terjadi akibat ada gangguan cuaca, gangguan sinyal, dsb
3.      Hambatan Semantik yaitu hambatan yang terjadi akibat pemahaman yang sedikit mengenai bahasa dan istilah-istilah asing yang digunakan dalam informasi atau pesan
4.      Hambatan Psikologis yaitu hambatan yang berasal dari gangguan kondisi kejiwaaan dari si pengirim pesan atau penerima pesan sengingga mengakibatkan informasi tersebut mengalami perubahan
5.      Hambatan Manusiawi yaitu hambatan yang terjadi akibat tingkat emosi manusia yang tidak menentu dalam menyikapi informasi atau pesan
6.      Hambatan Organisasional yaitu tingkat hirarkhi, wewenang manajerial dan spesialisasi yaitu hambatan yang timbul akibat komunikasi dengan atasan atau bawahan mengalami kendala seperti tingkat pemahaman terhadap suatu informasi yang berbeda yang mengakibatkan sebuah hambatan.

7.      Hambatan-hambatan Antar Pribadi yaitu hambatan yang timbul antar pribadi didalam sebuah organisasi, biasanya hambatan ini muncul karena adanya salah paham antar pribadi yang menyangkut masalah tugas dan wewenang dari orang yang ada dalam organisasi